Selamat Datang Rakan dan Semoga Bermanfaat.

Thursday, May 19, 2016

Paper Tarekat Rifa'iyah

TAREKAT RIFA’IYAH

               Dalam agama Islam, banyak sekali aliran keagamaan yang berkembang, baik dalam bidang ilmu kalam (theology) atau akidah, fiqh, tasawuf dan lainnya. Dibandingkan bidang theologi (kalam) dan fiqh, aliran yang paling banyak berkembang adalah tasawuf. Setidaknya, banyak cara umat Islam mendekatkan diri kepada Allah melalui pendekatan olah spiritual (hati), khususnya tasawuf.

        Dalam ilmu tasawuf, salah satu upaya yang dikembangkan untuk Taqarrub Ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) adalah mengikuti tarekat. Kata Tarekat berasal dari bahasa Arab, yakni thariqah, yang artinya jalan. Sedikitnya terdapat 42 tarekat mu'tabarah (terkenal) di dunia. Mulai dari Tarekat Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syadziliyah, Sammaniyah, Tijaniyah, Khalwatiyah, Syattariyah, Khalidiyah, Mufaridiyah, hingga Rifa'iyah.

1) Sejarah Munculnya Tarekat Rifa'iyah

  Tarekat Rifa'iyah, Khususnya, pertama kali muncul dan berkembang di wilayah Irak bagian Selatan. Pendirinya adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah, Irak bagian selatan, pada tahun 500 H/ 1106 M. Sedangkan, sumber lain menyebutkan, ia lahir pada tahun 512 H/ 1118 M.
        Abu Bakar Aceh dalam buku pengantar Ilmu Tarekat, Kajian Historis tentang Mistik memaparkan, ar-Rifa'i menghabiskan hampir seluruh hidupnya di wilayah Irak bagian Selatan. Sewaktu berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur al-Batha'ihi, seorang syekh Tarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut, ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu al-Fadhl Ali al-Wasiti, terutama tentang mazhab fiqh Imam Syafi'i. Pada usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah sembilan sebagai pertanda sudah ada wewenang untuk mengajar. John L Esposito dalam Ensiklopedia Oxford: Duni Islam        Modern menyebutkan, garis keturunan sufi ar-Rifa'i sampai kepada Junaid al-Baghdadi [wafat 910 M] dan Sahl al-Tustari [wafat 896 M]. Pada tahun 1145 M, ar-Rifa'i menjadi syekh tarekat ini ketika pamannya (yang juga merupakan syekh/gurunya) menunjuknya sebagai pengganti. Dia kemudian mendirikan pusat tarekat sendiri di Umm Abidah, sebuah desa di Distrik Wasit tempat dia wafat kelak.
        Tarekat Rifa'iyah berbeda dengan organisasi kemasyarakatan Rifa'iyah yang ada di Indonesia. Organisasi kemasyarakata Rifa'iyah didirikan oleh Syekh Haji Ahmad ar-Rifa'i al-Jawi bin Muhammad bin Abi Sujak bin Sutjowijoyo, lahir pada tanggal 9 Muharram 1200 H/ 1786 M, di desa Tempuran Kabupaten Kendal.

2) Perkembangan Tarekat Rifa'iyah

  Tarekat Rifa'iyah yang juga merupakan tarekat sufi sunni ini, memainkan peran penting dalam pelembagaan sufisme. Di bawah bimbingan ar-Rifa'i, tarekat ini tumbuh subur. Dalam waktu yang tidak begitu lama, tarekat ini berkembang keluar Irak, di antaranya Mesir dan Syria. Hal tersebut disebabkan murid-murid tarekat ini menyebar ke seluruh Timur Tengah. Dalam perkembangan selanjutnya, Tarekat Rifa'iyah berkembang di kawasan Anatolia, Turki, Eropa Timur, wilayah Kaukasus dan kawasan Amerika Utara. Para murid Rifa'iyah membentuk cabang-cabang baru di tempat-tempat tersebut. Setelah beberapa lama, jumlah cabang Tarekat Rifa'iyah meningkat dan posisi Syekh pada umumnya turun temurun. Tarekat ini juga tersebar luas di Indonesia, misalnya di daerah Aceh terutama di bagian barat dan utara, Jawa, Sumatera Barat dan Sulawesi. Namun di daerah Aceh, tarekat ini dikenal dengan sebutan Rafai, yang memiliki makna tabuhan rabana yang berasal dari perkataan dan penyebar tarekat ini. Meskipun berada di tempat-tempat lain, menurut Esposito, "Tarekat Rifa'iyah paling signifikan berada di Turki, Eropa Tenggara, Mesir, Palestina, Suriyah, Irak dan Amerika Serikat. Pada akhir masa kekuasaan Turki Utsmaniyah [Ottoman], Rifa'iyah merupakan terekat penting. Keanggotaannya meliputi sekitar tujuh persen dari jumlah orang yang masuk tarekat sufi di Istanbul". Tulis Esposito.

3) Pendiri Tarekat Rifa'iyah

  Tarekat Rifa'iyah didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i. Ia lahir di daerah Irak bagian selatan, tepatnya di Qaryah Hasan, Basrah, tentang kelahirannya simpan siur ada yang mengatakan sekitar tahun 1106 M. Namun ada juga yang mengatakan tahun 1118 M. Ia mendapat gelar Muhyiddin (penghidup agama) dan Sayyid al-Arifin (penghulu para orang Arif). Ia terkenal dengan spiritualnya yang sangat tinggi. Menurut sejumlah literatur, Syekh Ahmad Rifa'i ini dikenal sebagai orang yang sangat tawadhu dan sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan dengan Allah subhanahu wata'ala. Bahkan sejumlah pengikutnya meyakini Syekh ar-Rifa'i mendapat anugerah dari Allah, sebagai salah seorang yang mampu menyembuhkan penyakit lepra, kebutaan dan lainnya. Sejak kecil ia sudah memiliki berbagai keistimewaan. Pada usia 21 tahun ia sudah mendapatkan ijazah dari pamannya untuk mengajar. Syekh Rifa'i wafat pada tahun 587 Hijriyah.

4) Ajaran Dasar

  Dalam beberapa cabang, pengikut Rifa’iyah harus mengasingkan diri dan melakukan penyendirian spiritual (khalwat). Praktik ini biasanya dilakukan paling sedikit selama satu pekan pada awal Muharram.

  Menurut Sayyid Mahmud Abul Al-Faidl Al-Manufi, Tarekat Rifa’iyah mempunyai tiga ajaran dasar, yaitu tidak meminta sesuatu, tidak menolak, dan tidak menunggu.

  Sementara itu, menurut Asy-Sya’rani, tarekat ini menekankan pada ajaran asketisme (zuhud) dan makrifat (puncak tertinggi dalam ajaran tasawuf).

  Dalam pandangan Syekh Ar-Rifa’i, sebagaimana diriwayatkan Asy-Sya’rani, asketisme merupakan landasan keadaan-keadaan yang diridhai dan tingkatan-tingkatan yang disunahkan.

  Asketisme adalah langkah pertama orang menuju kepada Allah, mendapat ridha dari Allah, dan bertawakal kepada Allah. “Barangsiapa belum menguasai landasan kezuhudan, langkah selanjutnya belum lagi benar,” kata Syekh Ar-Rifa’i,

  Mengenai makrifat, Syekh Ar-Rifa’i berpendapat bahwa penyaksian adalah kehadiran dalam makna kedekatan kepada Allah disertai ilmu yakin dan tersingkapnya hakikat realitas-realitas secara benar-benar yakin. Menurutnya, cinta mengantar rindu dendam, sedangkan makrifat menuju kefanaan ataupun ketiadaan diri.

  Irhamni MA dalam tulisannya mengenai Syekh Ahmad Ar-Rifa’i mengungkapkan bahwa pendiri Tarekat Rifa’iyah ini semasa hidupnya pernah mengubah sebuah puisi bertema Cinta Ilahi.

Andaikan malam menjelang, begitu gairah kalbuku mengingat-Mu. Bagai merpati terbelenggu atau meratap tanpa jemu. Di atasku awan menghujani derita dan putus asa. Di bawahku lautan menggelorai kecewa.
Tanyalah atau biarlah mereka bernyawa. Bagaimana tawanan-Nya bebaskan tawanan lainnya. Sementara dia bisa dipercaya tanpa-Nya. Dan dia tidak terbunuh, kematian itu istirah baginya. Bahkan, dia tidak dapat maaf sampai bebas karenanya.

  Syair di atas merupakan salah satu bentuk asketisme yang dilakukan Syekh Ahmad Rifa’i dalam mencapai hakikat tertinggi mengenal Allah, yakni makrifat.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Translate

Muhammad Maulana & Rifqi Fuadi. Powered by Blogger.