Selamat Datang Rakan dan Semoga Bermanfaat.

Thursday, May 19, 2016

Paper Tarekat Suhrawardiyah


TAREKAT SUHRAWARDIYAH 

                 Dalam agama Islam, banyak sekali aliran keagamaan yang berkembang, baik dalam bidang ilmu kalam (theology) atau akidah, fiqh, tasawuf dan lainnya. Dibandingkan bidang theologi (kalam) dan fiqh, aliran yang paling banyak berkembang adalah tasawuf. Setidaknya, banyak cara umat Islam mendekatkan diri kepada Allah melalui pendekatan olah spiritual (hati), khususnya tasawuf.

1).    Biografi Suhrawardi

  Nama lengkap Suhrawardi adalah Abu al-Futuh Yahya bin Habash bin Amirak Shihab al-Din as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153M di Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia memiliki sejumlah gelar : Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist, al-Hakim, ash-Shahid, the Martyr, dan al-Maqtul.
  Sebagaimana umumnya para intelektual muslim, Suhrawardi juga melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk mengembangkan wawasannya. Wilayah pertama yang ia kunjungi adalah Maragha yang berada di kawasan Azerbaijan. Di kota ini ia belajar filsafat, hukum dan teologi kepada Majd al-Din al-Jili. Untuk memperdalam kajian filsafat ia juga berguru pada Fakhr al-Din al-Mardini. Tampaknya tokoh terakhir ini merupakan guru filsafat yang sangat berpengaruh bagi Suhrawardi.
  Pengembaraan ilmiahnya kemudian berlanjut ke Isfahan, Iran Tengah dan belajar logika kepada Zahir al-Din al-Qari. Dia juga mempelajari logika dari buku al-Basa’ir al-Nasiriyyah karya Umar ibn Sahlan al-Sawi. Dari Isfahan ia melanjutkan perjalanannya ke Anatolia Tenggara dan diterima dengan baik oleh pangeran Bani Saljuq. Setelah itu pengembaraan Suhrawardi berlanjut ke Persia yang merupakan “gudang” tokoh-tokoh sufi. Di sini ia tertarik kepada ajaran tasawuf dan akhirnya menekuni mistisisme. Dalam hal ini Suhrawardi tidak hanya mempelajari teori-teori dan metode-metode untuk menjadi sufi, tetapi sekaligus mempraktekkannya sebagai sufi sejati. Dia menjadi seorang zahid yang menjalani hidupnya dengan ibadah, merenung, kontemplasi, dan berfilsafat. Dengan pola hidup seperti ini akhirnya dalam diri Suhrawardi terkumpul dua keahlian sekaligus, yakni filsafat dan tasawuf. Dengan demikian ia dapat dikatakan sebagai seorang filosof sekaligus sufi.
  Perjalanannya berakhir di Aleppo, Syria. Di sini ia berbeda pandangan dengan para fuqaha sehingga akhirnya ia dihukum penjara oleh gubernur Aleppo Malik al-Zahir atas perintah ayahnya Sultan Salahuddin al-Ayyubi di bawah tekanan para fuqaha yang tidak suka dengan pandangannya. Akhirnya Suhrawardi meninggal pada 29 Juli 1191 M/578 H dalam usia 36 tahun (Shamsiyyah) atau 38 tahun (qamariyyah). Namun demikian penyebab langsung kematiannya tidak diketahui secara pasti, hanya menurut Ziai ia mati karena dihukum gantung. Kematiannya yang tragis ini merupakan konsekuensi yang harus ia terima atas pandangannya yang berseberangan dengan para tokoh pada masa itu.

2).    Karya-karya Suhrawardi

      Suhrawardi adalah sosok pemuda yang cerdas, kreatif, dan dinamis. Ia termasuk dalam jajaran para filosof-sufi yang sangat produktif sehingga dalam usianya yang relatif pendek itu ia mampu melahirkan banyak karya. Hal ini menunjukkan kedalaman pengetahuannya dalam bidang filsafat dan tasawuf yang ia tekuni.
Dalam konteks karya-karyanya ini, Hossein Nasr mengklasifikasikan-nya menjadi lima kategori sebagai berikut :
a.    Memberi interpretasi dan memodifikasi kembali ajaran peripatetik. Termasuk dalam kelompok            ini antara lain kitab : At-Talwihat al-Lauhiyyat al-‘Arshiyyat, Al-Muqawamat, dan Hikmah                  al-‘Ishraq.
b.    Membahas tentang filsafat yang disusun secara singkat dengan bahasa yang mudah dipahami :            Al-Lamahat, Hayakil al-Nur, dan Risalah fi al-‘Ishraq.
c.    Karya yang bermuatan sufistik dan menggunakan lambang yang sulit dipahami : Qissah al-                  Ghurbah al Gharbiyyah, Al-‘Aql al-Ahmar, dan Yauman ma’a Jama’at al-Sufiyyin.
d.    Karya yang merupakan ulasan dan terjemahan dari filsafat klasik : Risalah al-Tair dan Risalah fi          al-‘Ishq.
e.    Karya yang berupa serangkaian do’a yakni kitab Al-Waridat wa al-Taqdisat.
 `    Banyaknya karya ini menunjukkan bahwa Suhrawardi benar-benar menguasai ajaran agama-               agama terdahulu, filsafat kuno dan filsafat Islam. Ia juga memahami dan menghayati doktrin-             doktrin tasawuf, khususnya doktrin-doktrin sufi abad III dan IV H.

            Oleh karena itu tidak mengherankan bila ia mampu menghasilkan karya besar serta memunculkan sebuah corak pemikiran baru, yang kemudian dikenal dengan corak pemikiran mistis-filosofis (teosofi).

Ajaran Tarekat Suhrawardiyah

         Sebagaimana ditegaskan oleh Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani bahwa, ajaran dan ritual Tarekat Suhrawardiyah terdapat pada kitab Awarif al-Ma’arif yang banyak membicarakan tentang latihan rohani praktis. Maka dapat dirangkum bahwa ajaran dan ritual Tarekat Suhrawardiyah itu terdiri dari :
1.    Ma’rifah, yaitu mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah dalam bentuk terinci dengan memahami        bahwa Allah saja-lah Wujud Hakiki dan Pelaku Mutlak selanjutnya menjadi mahabbah kepada            Allah dalam pengabdian dan sujud dihadapan Allah.

Ma’rifah ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
a.    Setiap akibat yang timbul adalah berasal dari Pelaku Mutlak (Allah);
b.    Setiap akibat yang berasal dari Pelaku Mutlak adalah hasil dari sifat tertentu yang dimiliki Allah;
c.    Dalam keangungan setiap sifat Allah, diketahui maksud dan tujuan Allah;
d.    Sifat Ilmu Allah, diketahui dalam ma’rifah-Nya sendiri.

2.    Faqr, yaitu tidak memiliki harta, seorang penempuh jalan hakikat tidak akan sampai ke tujuan,            Faqr dalam diri manusia pemilik hakikat adalah sebuah sifat alami, baik memiliki atau tidak                memiliki harta, sifat alami itu tidak akan berubah.

Dalam hal ini ada beberapa golongan Faqr, yaitu :
a.    Mereka yang memandang dunia dan harta bukan sebagai kekayaan, jika mereka memiliki harta,          mereka akan memberikannya kepada orang lain, sebab mereka tidak menginginkannya dalam              kehidupan dunia ini, tetapi di akhirat nanti;
b.    Mereka yang tidak memperhitungkan amal-amal dan ibadahnya, meski semua itu bersumber dari        dirinya dan tidak mengharapkan ganjaran apa pun;
c.    Mereka yang dengan kedua sifat ini tidak memandang hal dan maqamnya, semua itu mereka               pandang sebagai anugeral Allah;
d.    Mereka yang tidak menganggap zat dan eksistensi mereka sendiri sebagai milik mereka. Zat,              kualitas, Hal, maqam dan amal mereka tidaklah ada dan bukan apa-apa serta tidak meninggalkan        apa-apa di dunia dan di akhirat.

3.    Tawakkul, yaitu mempercayakan segala urusan kepada Pelaku Mutlak (Allah), mempercayakan          jaminan rezki kepada-Nya. Tawakkul adalah hasil dari kebenaran keimanan melalui                              pertimbangan yang baik dan takdir. Tawakkul ini terbagi kepada dua, pertama Tawakkul al-                inayah, artinya tawakal dalam anugerah Allah, kedua tawakkul al-kifayah, artinya tawakal                dalam keindahan dan kehendak Allah, bukan tawakal dalam kecukupan.

4.    Mahabbah, artinya Cinta kepada Allah, Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk                            memperhatikan keindahan atau kecantikan.

Ada dua jenis mahabbah :
1). Mahabbah ‘am, yaitu mahabbah yang memiliki sifat :
a.    kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan sifat-sifat;
b.    Sebuah bulan muncul karena memandang sifat-sifat keindahan;
c.    Seberkas cahaya yang mengisi wujud;
d.    Sebuah tanda yang berkata “aku meniru apa yang murni dan mengucapkan selamat tinggal pada          apa yang sangat gamblang”;
e.    Anggur terbaik, tersegel dan terperam oleh waktu;
f.    Sejenis anggur yang murni dan tidak murni, jernih dan kotor, ringan dan berat.

2). Mahabbah Khas, memiliki sifat :
a.    Kecenderungan jiwa untuk menyaksikan keindahan zat;
b.    Bagaikan matahari, yang terbit dari horizon zat;
c.    Api yang memurnikan wujud;
d.    Sebuah tanda yang berkata “jangan hidup dan jangan terbakar”;
e.    Benar-benar sumber murni;
f.    Sejenis anggur kemurnian dalam kemurnian, kejernihan dalam kejernihan dan kekeringan dalam         kekeringan.

5.    Fana’ dan Baqa’, Fana’ artinya akhir dari perjalanan menuju Allah, sementara Baqa’ artinya awal dari perjalanan dalam Allah. Perjalan menuju Allah berakhir ketika dengan ketulusan. Perjalanan di dalam Allah bisa diuji ketika, sesudah fana’ mutlak.
Ada yang mengatakan fana’ berarti :
a.    Fana’ dalam berbagai perbedaan;
b.    Menurunnya keinginan akan segala kesenangan duniawi;
c.    Menurunnya keinginan akan segala kesenangan akan dunia dan akhirat nanti;
d.    Menurunnya kadar sifat-sifat tercela;
e.    Tersembunyinya segala sesuatu.
Sementara Baqa’ berarti :
1.    Baqa’ dalam keselarasan;
2.    Baqa’ dalam kesenanagan kehidupan di akhirat kelak;
3.    Baqa’ dalam kesenangan di dalam Allah;
4.    Baqa’ dalam sifat-sifat terpuji;
5.    Kehadiran Allah. Fana terbagi pula kepada dua, yaitu Fana’ lahiriyah (fana dalam bebrbagai                perbuatan dan keangungan berbagai perbuatan Ilahi) dan Fana bathiniyah (Fana dalam sifat dan          zat).

 Pemikiran Teosofis Suhrawardi

      Secara etimologis kata teosofi berasal dari kata theosophia, gabungan dari kata theos yang berarti Tuhan dan shophia yang berarti knowledge, doctrine, dan wisdom. Jadi secara literal teosofi adalah pengetahuan atau keahlian dalam masalah-masalah ketuhanan.
      Dalam kaitan dengan bidang kajiannya, ada term lain yang mirip dengan teosofi, yaitu teologi. Kedua istilah ini mengacu pada pembahasan terhadap masalah-masalah ketuhanan, perbedaannya terletak pada operasionalnya. Di dalam mengkaji masalah ketuhanan, teologi menggunakan pendekatan spekulatif-intelektual dalam menginterpretasikan hubungan antara manusia, alam semesta, dan Tuhan. Sementara teosofi lebih menukik pada inti permasalahan dengan menyelami misteri-misteri ketuhanan yang paling dalam. Orang yang ahli dalam bidang teologi disebut teolog sementara orang yang ahli teosofi dinamakan teosofos.
       Dalam pemahaman Suhrawardi, pengertian teosofos menjadi lebih luas. Menurutnya teosofos adalah orang yang ahli dalam dua hikmah sekaligus, yakni hikmah nazariyyah dan hikmah ‘amaliyyah. Adapun yang dimaksud dengan hikmah nazariyyah ialah filsafat sementara hikmah ‘amaliyyah ialah tasawuf.
       Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa teosofi adalah pemahaman tentang misteri-misteri ketuhanan yang diperoleh melalui pemikiran filosofis-sufistis sekaligus, sedangkan teosofos adalah orang yang mampu mengawinkan latihan intelektual teoritis melalui filsafat dengan penyucian jiwa melalui tasawuf dalam mencapai pemahaman tersebut.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Translate

Muhammad Maulana & Rifqi Fuadi. Powered by Blogger.